PERWUJUDAN GEDUNG WISMA KARYA SEBAGAI UPTD MUSEUM SUBANG DITINJAU DARI TEORI PSIKOLOGI LINGKUNGAN
DINAS
KEBUDAYAAN PARIWISATA
PEMUDA DAN OLAH RAGA
KABUPATEN
SUBANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Gedung Wisma Karya merupakan salah
satu bangunan bersejarah di Kabupaten Subang, peninggalan perusahaan perkebunan
Pamanoekan and Tjiansem Lenden, pada masa Pemerintahan kolonial Belanda.
Berdasarkan prasasti yang ada di gedung tersebut gedung dibangun pada tahun
1922, oleh para arsitek dari Belanda sehingga bentuk bangunan secara
arsitektural bergaya Eropa dengan ciri has atap pelana dengan ornamen batu
menempel pada tiang – tiang selasarnya.
Lokasi Gedung Wisma Karya berada tepat
dipusat Kota Subang, yaitu di Jalan Ade
Irma Suryani Nasution Nomor 2, secara administratif berada diwilayah Kelurahan
Karang Anyar Kecamatan Subang, bangunan tersebut menghadap ke selatan, luas
bangunan 1088 m2. Untuk menuju Gedung Wisma Karya sangat mudah
karena seluruh kendaraan umum perkotaan dari berbagai arah dan jurusan melewati gedung tersebut. Karena
letak Gedung Wisma Karya berada di pusat Kota Subang, maka ancaman kerusakan sangat tinggi
karena lingkungan gedung sangat terbuka
tanpa ada pembatas atau pagar, sehingga setiap hari, siang dan malam lingkungan
Gedung dipakai aktifitas masyarakat untuk bermain (Hendarsah, 2013: ).
Saat
ini Gedung Wisma Karya milik Pemerintah Kabupaten Subang, yang dikelola oleh
tujuh pengelola yaitu Bagian Aset Daerah Setda Kabupaten Subang, UPTD Museum,
UPTD Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kecamatan Subang, Cijambe,
Kalijati, Dawuan, Cibogo, Organisasi Pemuda Pancasila, PWRI, PORPI, dan
Primkoptama Mitra Pensiunan. Masing-masing mengisi ruang yang berbeda,
terkecuali Bagian Rumah Tangga Sekreteariat Daerah yang hanya mengelola aula
saja dan berkantor tetap di Sekretariat Daerah Pemda Subang. Dampak dari
pengelolaan oleh berbagai lembaga yang berbeda tersebut mengakibatkan
pengelolaan gedung menjadi semrawut karena memiliki kepentingan yang
berbeda-beda sehingga gedung
menjadi sorotan atau tanggapan kurang baik
dari masyarakat (Hendarsah, 2013: )
Keberadaan
bangunan Gedung Wisma Karya yang merupakan bangunan lama terkadang orang
menyepelekannya dengan citra seram dan kusam, padahal kelemahan yang
dimilikinya sebenarnya merupakan kekuatan, bangunan lama menyimpan banyak kisah
sepanjang umurnya dibandingkan bangunan baru yang kisahnya baru beberapa tahun
saja, bangunan tersebut dapat saja ditata sedemikian rupa sehingga dari luar
tampak tua, tetapi begitu masuk ruangan gedung tampak muda dan modern. Banyak
di dunia yang menggunakan bangunan lama untuk museum dan museum tersebut
bertambah terkenal karena bangunannya bernilai sejarah tinggi (Ali Akbar,
2010:25).
Gedung
Wisma Karya merupakan Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya yang
memenuhi kriteria :
a. Berusia 50 ( lima puluh ) tahun atau lebih;
b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (
lima puluh ) tahun;
c. Memiliki arti khusus bagi sejarah , ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/ atau kebudayaan; dan
d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan
kepribadian bangsa.(UU RI No.11 Tahun 2010, Pasal : 5).
Sedangkan
pada pasal 1 yang dimaksud Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda
buatan manusia , baik bergerak maupun tidak bergerak , berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian- bagiannya, atau sisa – sisanya yang memiliki hubungan
erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Untuk
pengembangan Cagar Budaya dalam hal ini yaitu Bangunan Cagar Budaya yang berada
di wilayah Kabupaten Subang, harus dipikirkan bagaimana mengatasi ancaman
eskternal sehingga dapat merebut peluang yang ada, oleh karena itu perlu adanya
proses analisis serta merumuskan dari hasil evaluasi strategi yang sebelumnya
pernah dilakukan, sehingga akan muncul strategi-strategi baru setelah melihat secara obyektif kondisi
internal dan eksternal (Hendarsah, 2013: ).
B.
PERUMUSAN MASALAH
Setelah
melihat latar belakang yang ada agar dalam penelitian ini tidak terjadi
kekeliruan, maka penulis dapat membatasi dan merumuskan permasalahan yang akan
di angkat dalam makalah ini.
Adapun perumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana cara menerapkan teori lingkungan terpilih terhadap
pemanfaatan gedung Wisma Karya sebagai Museum Daerah Subang ?
2.
Bagaimana menciptakan pemetaan kognitif pada gedung Wisma Karya
sebagai Museum Daerah Subang ?
C.
TINJAUAN TEORI
1.
Steven Kaplan dan Rachel Kaplan
Faktor yang
menyebabkan seseorang memilih suatu objek lingkungan untuk dikunjungi atau
tidak dikunjungi harus mempunyai daya tarik. Dari hasil penelitian kedua ahli
tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :
a.
Coherence : pengorganisasian
lingkungan yang baik akan lebih menyenangkan untuk dikunjungi.
b.
Legibility : tingkatan
pemahaman terhadap sebuah lingkungan yang dikunjungi sesuai dengan kemampuan
pengetahuan yang dimiliki oleh pengunjung.
c.
Complexity : suatu lingkungan akan lebih menarik apabila
terdapat pada sebuah lingkungan yang beragam atau tidak monoton, lingkungan
yang monoton akan menimbulkan kebosanan.
d.
Mystery : lingkungan
yang memiliki informasi tersembunyi akan menimbulkan keinginan seseorang untuk
mencari informasi sehingga menjadikan pengetahuan yang didapatkan.
2.
Berlyne
Mengemukakan
konsep eksplorasi untuk melakukan evaluasi lingkungan. Elemen dalam eksplorasi
adalah : Kompleksitas, hal yang baru, keganjilan, dan keheranan. ((Zulriska
Iskandar, 2012: 89)
3.
Russel dan Lanius
Mengemukakan
suatu model afektif dalam memilih suatu lingkungan. Lingkungan dapat menggugah
atau tidak
menggugah perasaan pengunjung. Demikian pula suatu lingkungan yang menyenangkan
atau tidak
menyenangkan. (Zulriska Iskandar, 2012: 79)
4.
Pemetaan kognitif merupakan proses mental yang berisikan
serangkaian transformasi psikologis dari informasi yang diterima, dikategorikan
atau dibuat kode, disimpan, disampaikan dalam suatu deskripsi mengenai suatu
lokasi. Pemetaan kognitif sering disebut juga dengan peta mental. (Zulriska
Iskandar, 2012: 92)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
LINGKUNGAN
TERPILIH
Gedung Wisma
Karya merupakan tempat yang mempunyai daya tarik sendiri, ditinjau dari bentuk
arsitektur, gedung ini terdapat ciri yang mudah diingat oleh masyarakat, oleh
karena itu objek yang mempunyai daya tarik akan menjadi pilihan seseorang untuk
dikunjungi. Gedung wisma karya merupakan salah satu Bangunan Cagar Budaya yang
mempunyai makna dibalik gedung tersebut atau diistilahkan tangible and intangible
heritage.
Pada saat ini
museum harus segera merubah paradigma dari traditional
museum ke new museum, traditional
museum berorientasi pada perawatan
dan pengamanan sedangkan new museum
berorientasi pada perkembangan sosial dan kehidupan masyarakat. Penerapan new
museum harus segera dilaksanakan oleh pengelola museum, agar memberikan sebuah
penyajian yang diterima oleh masyarakat melalui penilaian atau evaluasi
terhadap sebuah lingkungan museum.
Gedung wisma
karya merupakan sebuah cikal bakal terbentuknya new museum di Kabupaten Subang,
namun perwujudannya harus menggunakan strategi dan perencanaan yang baik. Yaitu
dengan menggunakan teori lingkungan terpilih dari para ahli:
-
(steven Kaplan dan Rachel Kaplan)
yang terdiri dari beberapa faktor yaitu :
1.
Coherence
Sebuah museum
harus memiliki atau membangun suatu organisasi yang baik dalam pengelolaannya,
sehingga akan memberikan pandangan bagi masyarakat bahwa museum tersebut
memiliki daya tarik yang menyenangkan dalam penataan lingkungannya.
2.
Legibility
Dalam pentaan
lingkungan objek harus memberikan sebuah pemandangan yang mudah diingat dan
dipahami. Pada penyajian koleksi museum harus memberikan komunikasi informasi
yang sesuai dengan kategori pengetahuan pengunjung agar mudah dinikmati dan
dipahami.
3.
Complexity
Museum harus
berada pada tempat yang strategis, dimana terdapat beragam lingkungan disekitar
museum agar pengunjung diberikan kemudahan dalam mengakses kepentingan yang
mereka harapkan.
4.
Mystery
Museum harus
memiliki daya tarik yang terkandung dari segi bangunan atau koleksi yang
memberikan rasa keingintahuan pengunjung untuk mendapatkan sebuah informasi
dari suatu hal yang mystery.
-
Berlyne membuat tiga konsep untuk
melakukan eksplorasi lingkungan yang akan diterapkan pada pengelolaan Museum
Daerah Subang yaitu :
1.
Kompleksitas
Pada
pengelolaan museum terutama pengelolaan lingkungan di sekitar museum harus
memberikan nilai atau variasi yang
berkesan, sehingga pengunjung akan memberikan perbandingan baik pada lingkungan
yang sama atau lingkungan yang berbeda, namun nilai atau variasi yang diberikan
tidak boleh berlebihan karena hal yang berlebihan akan menghasilkan tanggapan
yang kurang baik.
2.
Hal yang baru
Dalam
penyajian koleksi museum harus menampilkan hal-hal yang baru, dengan cara
mengeksplorasi kreativitas pengelola museum untuk membuat rancangan lingkungan
museum yang berbeda dan belum pernah dilihat sebelumnya. Salah satu contoh
memberikan sajian pameran temporer setiap beberapa bulan sekali agar pengunjung
tidak merasa jenuh.
3.
Keganjilan
Museum harus
memunculkan rasa tidak biasa yang tumbuh dari benak pengunjung, yang dihasilkan
dari penyajian koleksi atau informasi yang diberikan. Keganjilan pada sebuah
museum akan menghasilkan perhatian yang menarik.
4.
Keheranan
Museum harus
menyajikan koleksi yang tidak diketahui sebelumnya dengan cara melakukan
penelitian untuk mendapatkan komponen yang akan menimbulkan rasa keheranan
pengunjung.
-
Russel dan Lanius memberikan sebuah model dalam memilih suatu lingkungan, yaitu :
menggugah, tidak menggugah, menyenangkan, dan tidak menyenangkan.
Pada
dasarnya konsep penyajian dan pengelolaan museum yang diutamakan dari model
diatas adalah menggugah dan menyenangkan, artinya sebuah penyajian dan
pengelolaan museum harus memberikan stimulasi atau rangsangan dengan cara
memberikan variasi atau memiliki kompleksitas dengan lingkungan yang
menggairahkan sehingga akan menghasilkan aktivitas para pengunjung untuk
berapresiasi terhadap penyajian di lingkungan museum.
TAK MENYENANGKAN
|
MENGGUGAH
|
MENYENANGKAN
|
||||
Ramai
|
Gairah
|
|||||
Panik
|
Sibuk
|
Aktif
|
||||
Tak Nyaman
|
Stimulating
|
|||||
Tak Memuaskan
|
Menyenangkan
|
|||||
Tak Menenangkan
|
Indah
|
|||||
Unstimulating
|
||||||
Bosan
|
Tenang
|
|||||
Tak Aktif
|
Damai
|
|||||
Monoton
|
Ngantuk
|
Kalem
|
||||
Malas
|
Lamban
|
Sepi
|
||||
TIDAK
MENGGUGAH
|
||||||
B.
PEMETAAN
KOGNITIF
Pemetaan
kognitif adalah akal pikiran yang tertanam dalam diri manusia yang merupakan
proses dari informasi yang diterima. Penerapan pada sebuah museum informasi
pemetaan kognitif sangat penting untuk digunakan, pemetaan kognitif ini
meliputi beberapa hal :
1.
Tempat
Merupakan
titik awal perilaku seseorang mengenal tempat tujuan tentunya dalam hal ini
tempat museum berada, suatu tempat harus mudah diingat, berada ditempat yang
strategis dalam sebuah kompleksitas yang beragam, sehingga muncul dalam benak
pengunjung ketika akan berangkat ke suatu tempat. Gedung wisma karya merupakan
gedung yang berada di pusat kota Subang sehingga tempat tersebut tidak asing
atau familiar bagi warga Subang, sehingga hal ini memudahkan pengunjung untuk
membayangkan tujuannya.
2.
Hubungan spasial antar tempat
Hubungan
spasial antar tempat dalam penerapan pada sebuah museum bisa diistilahkan tata
pamer atau ekshibisi, karena dalam menentukan ekshibisi harus berdasar pada
hubungan spasial antar tempat, sehingga pada saat menentukan konsep penyajian
koleksi bisa ditentukan dengan melihat kondisi dan luas tempat sebuah museum.
3.
Rencana Perjalanannya (rute)
Dalam Penyajian koleksi
di ruang pameran museum harus memiliki prinsip yaitu:
-
Sistematika atau alur cerita pameran,
sangat diperlukan dalam penyajian koleksi di ruang pameran, karena akan
mempermudah komunikasi dan penyampaian informasi koleksi museum kepada
masyarakat.
-
Koleksi yang mendukung alur cerita,
yang disajikan di ruang pameran harus dipersiapkan sebelumnya, agar sajian
koleksi terlihat hubungan dan keterkaitan yang jelas antar isi materi pameran.
4.
Landmark
Dalam sebuah
museum landmark dapat diartikan label informasi baik informasi tentang koleksi
atau ruang yang disajikan.
Panil-panil
informasi atau label secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Teks
dinding (introductory label) yang memuat informasi awal / pengenalan
mengenai pameran yang diselenggarakan, tema dan subtema pameran, kelompok
koleksi.
b. Label
individu yang berisi nama dan keterangan singkat mengenai koleksi yang
dipamerkan. Informasi yang disampaikan berisi keterangan yang bersifat
deskriptif, dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan alur cerita.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dan Saran
Gedung Wisma Karya adalah warisan budaya. Merupakan
lingkungan terpilih sebagai landasan operasional bagi proses
penanaman rasa patriotisme yang harus diwariskan dari generasi ke generasi yang diaplikasikan pada sebuah Museum Daerah Subang.
Warisan budaya pada hakikatnya merupakan landasan untuk membangun sesuatu
wacana khusus seperti misalnya identitas. Penyampaian identitas ini bertujuan
agar masyarakat sadar akan identitasnya atau memperkuat identitas yang telah
disadarinya, sehingga pada gilirannya Museum Daerah
Subang dapat membangkitkan keyakinan masyarakat Subang memiliki potensi untuk mampu
mengembangkan diri.
Dengan pemetaan kognitif konsep penyajian koleksi pada Museum Daerah Subang orientasinya harus berubah dari koleksi ke masyarakat maka
museum tidak hanya melestarikan dan kemudian memamerkan koleksinya, namun
berubah menjadi bagaimana koleksi itu dapat bermakna bagi masyarakat, bagaimana
koleksi itu dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, bagaimana koleksi itu
dapat memberi identitas masyarakat, bagaimana masyarakat dapat menemukan
kembali akar budayanya. Tidak dipungkiri bahwa dari sejumlah museum yang ada di
Indonesia memang terdapat museum yang sajian tata pamernya sudah berorientasi
kepada pengunjung, meski ada pula museum yang penyajian koleksinya masih cenderung
mengutamakan estetika ketimbang makna koleksi. Bagaimana pun harus disadari
bahwa fungsi museum adalah menyampaikan informasi baik beragam sejarah alam
maupun budaya yang mampu mengilhami pembentukan identitas budaya untuk memenuhi
keinginan masyarakat.
DATA SUMBER
Zulrizka Iskandar, 2012.
Psikologi Lingkungan Teori dan Konsep. Bandung, Refika Aditama
Akbar, Ali, 2010.
Museum di Indonesia Kendala dan Harapan,
Jakarta, Papas Sinar Sinanti.
Arbi, Yunus, 2002.
Museum
Dan Pendidikan, Jakarta: Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata, Proyek Pengembangan Kebijakan Kebudayaan.
Indonesia, Pemerintah
Kabupaten Subang, 2007.
Sejarah Kabupaten
Subang. Subang. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar