HARI
JADI KABUPATEN SUBANG
Benarkah
5 April 1948?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
A. Sobana Hardjasaputra[1])
PENDAHULUAN
Hari
jadi kabupaten atau kota merupakan bagian dari sejarah lokal. Ilmu Sejarah
membagi sejarah dalam dua pengertian. Pertama, sejarah sebagai peristiwa
dalam arti peristiwa sejarah sebagaimana terjadinya di masa lampau (history as past actuality). Kedua,
sejarah sebagai kisah yaitu sejarah sebagaimana dikisahkan secara tertulis (history as written) yang merupakan
rekonstruksi sejarah sebagai peristiwa.
Rekonstruksi
sejarah sebagai peristiwa harus dilandasi oleh metode sejarah, agar sejarah
sebagai kisah yang dihasilkannya didasarkan pada fakta sejarah, hasil
rekonstruksi itu cenderung bersifat objektif. Dikatakan demikian, karena dalam
membuat sejarah sebagai kisah, biasanya – disadari atau tidak – terkait dengan
sikap subjektif. Metode sejarah menuntut sikap subjektif itu harus subjektif
rasional, tidak subjektif emosional.
Dalam
mencari tanggal hari jadi kabupaten atau kota, objektivitas sejarah harus
menjadi landasan, karena berdirinya kabupaten atau kota adalah sejarah sebagai
peristiwa.
Pengertian Hari Jadi
Dalam mencari tanggal untuk ditetapkan
sebagai Hari Jadi sesuatu (kabupaten, kota, dan sebagainya), pengertian hari
jadi (Sunda: titimangsa) harus menjadi
landasan utama. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi keempat terbitan tahun 2008,
Hari Jadi adalah hari kelahiran atau saat pertama kali (sesuatu) digunakan atau
diresmikan
Bila
pengertian hari jadi itu digunakan sebagai landasan pemikiran dalam mencari
Hari Jadi Kabupaten Subang yang berada di wilayah Jawa Barat, pertanyaannya
adalah:
Kapan
berdirinya (lahirnya) kabupaten dengan nama Kabupaten Subang?
Tanggal
berapa kabupaten itu berdiri atau diresmikan?
PERISTIWA 5 APRIL 1948
Sampai saat ini
tanggal yang dianggap Hari Jadi Kabupaten Subang adalah tanggal 5 April
(1948). Benarkah tanggal itu sebagai peristiwa berdiri/lahirmya Kabupaten
Subang?
Untuk mengetahui benar/tepat-tidaknya
tanggal 5 April 1948 dianggap sebagai Hari Jadi Kabupaten Subang, perlu
dipahami latar belakang berdirinya kabupaten tersebut.
Latar Belakang Berdirinya
Kabupaten Subang
Dalam sejarah Indonesia,
tahun 1948 termasuk ke dalam Zaman Revolusi Kemerdekaan. Gejolak revolusi
kemerdekaan yang paling besar
atau menonjol terjadi di daerah Jawa Barat. Perjuangan melawan pihak Belanda
dalam mempertahankan kemerdekaan, tidak hanya dilakukan dengan kekuatan
senajata, tetapi juga melalui perjuangan politik (diplomasi). Perjuangan secara
diplomasi itu dilakukan melalui Perundingan Linggajati tanggal 10 November
1946. Naskah perundingan ditandatangani oleh kedua belah pihak (Indoneia dan
Belanda) tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka).
Belanda
ternyata melanggar perundingan itu, bahkan melakukan agresi militer. Serangan
Belanda terutama ditujukan pada daerah-daerah yang diduduki oleh TNI dan
pejuang RI lainnya. Daerah di Jawa Barat yang menjadi sasaran serangan Belanda
antara lain daerah Purwakarta dan Karawang termasuk Subang, karena Purwakarta
dan Karawang diduduki oleh TNI (Pasukan Siliwangi) Brigade III. Waktu itu
Purwakarta merupakan salah satu basis perjuangan di Jawa Barat.
Serangan
tentara Belanda menyebabkan pasukan TNI di Purwakarta terpaksa mundur ke
Subang. Sementara itu
Pemerintah Keresidenan Jakarta juga mengungsi ke Subang. Kemudian di sana
dibentuk ”Pemerintah Darurat Keresidenan Jakarta” dipimpin oleh Kosasih
Purwanegara dan Moh. Mu’min, masing-masing sebagai residen dan wakil residen.
Pemerintah itu melakukan kegiatannya bersifat gerilya.
Oleh
karena tentara Belanda menduduki Kalijati, ”Pemerintah Darurat Keresidenan
Jakarta” mengungsi ke daerah pedalaman. Di Kampung Ciamnggu Desa Cimenteng,
Residen Kosasih Purwanegara mengadakan rapat dengan beberapa pejabat yang turut
mengungsi. Rapat berlangsung tanggal 24-25 Oktober 1947, dengan keputusan
antara lain membentuk pemerintahan wilayah.
a) Wilayah Karawang Barat mencakup 3 kewedanaan:
Karawang, Rengasdeng- klok,
dan Cikampek, dengan kordinator Syafe’i.
b) Wilayah Karawang Timur mencakup 5 kewedanaan: Subang, Purwakarta, Sa- galaherang, Ciasem, dan
Pamanukan, dengan kordinator Karlan.
Hal itu dimaksudkan agar pemerintahan di
daerah , walaupun di tempat pengungsian, terus berlangsung.
Beberapa
waktu kemudian, di daerah pertempuran, Pasukan Siliwangi bekerjasama dengan
komponen masyarakat melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda dengan sistem
perang gerilya, sehingga tentara Belanda kewalahan. Hal itu menyebabkan pihak
Belanda lagi-lagi meminta diadakan perundingan. Tanggal 8 Desember 1947 terjadi
Perundingan Renville. Naskah perundingan ditandatangani oleh kedua belah pihak
tanggal 17 Januari 1948.
Sebagai
akibat dari perundingan itu, Pasukan Siliwangi harus ke luar dari daerah Jawa Barat,
karena daerah itu menjadi wilayah kekuasaan Belanda. Tanggal 1-22 Februari 1948
Pasukan Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Pihak Belanda yang dimotori oleh tokoh
van Mook memprovokasi warga Jawa Barat yang berhaluan federal, sehinngga
terbentuklah RIS (Republik Indonesia Serikat), gabungan dari ”negara-negara
boneka” buatan van Mook, satu di antaranya adalah Negara Pasundan dengan wali
negara R.A.A. Wiranatakusumah V.
Terjadinya Peristiwa 5 April 1948
Meskipun
daerah pengungsian ”Pemerintah Darurat Keresidenan Jakarta” termasuk wilayah
Negara Pasundan, namun kordinator pemerintahan itu terus berupaya untuk
menjalankan tugasnya dalam lingkup pemerintahan RI. Dalam hal ini, Karlan
selaku Kordinator Wilayah Karawang Timur melakukan konsolidasi melalui rapat
dengan unsur-unsur pemerintahan Karawang Timur dan Karawang Barat, wakil Badan
Pekerja Daerah Keresidenan Jakarta, serta wakil dari kepolisian dan unsur TNI
yang tidak turut hijrah.
Rapat
itu berlangsung tanggal 5 April 1948 di tempat rapat terdahulu, yakni di Kampung
Cimanggu Desa Cimenteng, yang menghasilkan keputusan mengenai tiga hal.
1) Moh. Mu’min yang semula menjabat sebagai wakil
residen, ditetapkan menjadi residen berkedudukan di Purwakarta.
2) Syafe’i yang semula bertugas sebagai Kordinator
Wilayah Karawang Barat di- tetapkan
menjadi Bupati Karawang Barat.
3) Danta Gandawikarma ditetapkan menjadi Bupati Karawang Timur.
Pemerintahan
gerilya di daerah Karawang rupanya tidak diketahui atau tidak diakui oleh
pemerintah Negara Pasundan. Hal itu ditunjukan oleh keluarnya surat keputusan
Wali Negara Pasundan tanggal 29 Januari 1949. Keputusan itu mengenai pemecahan
daerah Karawang menjadi dua kabupaten.
I. Daerah Karawang bagian barat menjadi
Kabupaten Karawang dengan ibukota Karawang, meliputi 3 kewedanan:
Karawang, Rengasdengklok, dan Cikampek.
II. Daerah Karawang bagian timur menjadi Kabupaten
Purwakarta dengan ibukota Subang, mencakup 5 kewedanan:
Purwakarta, Subang, Ciasem,
Pamanukan dan
Sagalaherang.
Namun demikian, pemerintahan gerilya Kabupaten
Karawang Timur terus berlangsung. Berarti di daerah Karawang Timur terjadi
dualisme pemerintahan.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Rapat
tanggal 5 April 1948 di Kampung Cimanggu tidak memutuskan pembentukan Kabupaten Subang.
Bila dikaji
berdasarkan pengertian hari jadi tersebut di atas, tanggal 5 April 1948 bukan tanggal pembentukan Kabupaten Subang. Fakta sejarah menunjukkan tanggal itu adalah momentum pembentukan
Kabupaten Karawang Timur, yang wilayahnya
antara lain mencakup Subang dalam kedudukan sebagai kewedanan.
Kabupaten
Karawang Timur yang dibentuk tanggal 5 April 1948 bukan cikal-bakal Kabupaten Subang.
Dengan kata
lain, tanggal 5 April 1948 dianggap sebagai Hari Jadi Kabupaten Subang adalah salah pilih.
w Untuk
kebenaran atau objektivitas sejarah, harus dilakukan penelitian ulang yang lebih seksama untuk mencari tanggal
yang tepat atau memadai dipilih dan ditetapkan
sebagai Hari Jadi Kabupaten Subang. Penelitian harus berpedoman pada metode sejarah. Oleh karena itu penelitian
harus dilakukan oleh atau melibatkan sejarawan
profesional yang benar-benar menguasai metode sejarah.
w Dalam
mencari dan memilih tanggal yang tepat atau memadai sebagai Hari Jadi Kabupaten Subang, juga harus memperhatikan ketentuan
memilih tanggal hari jadi yang
dilandasi oleh kaidah metode sejarah (terlampir).
w Setelah
tanggal yang tepat atau memadai ditemukan, tanggal 5 April (1948), meskipun telah ditetapkan sebagai Hari
Jadi Kabupaten Subang berdasarkan Perda, menjadi
gugur, kemudian diganti oleh tanggal menurut fakta yang lebih dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya
sebagai Hari Jadi Kabupaten Subang, baik secara
ilmiah maupun secara rasional.
w Penggantian
tanggal hari jadi kabupaten karena ternyata salah, bukan hal yang tabu, melainkan suatu keharusan dan tuntutan
metodologi sejarah, agar tidak mewariskan
sejarah yang salah kepada generasi penerus.
Bandung, 14 September
2013
SUMBER ACUAN
(Selektif)
Hardjasaputra, A. Sobana. 1980.
Pemerintahan Daerah Jawa Barat Pada Masa Revolusi Fisik. Bandung: Fakultas Sastra Unpad.
Haryono, Nono et al. 1971.
Kabupaten Subang; Latar Belakang Pertumbuhan dan Perkembangannya. Subang: tp.
Indonesia. Kempen. 1953/.
Propinsi Jawa Barat. Bandung.
--------. Depdikbud. 1980/1981.
Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Jawa Barat. Bandung: Direktorat Jarahnitra. Proyek IDKD.
--------. Depdiknas, 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Jawa Barat. Pemda Tk. I. 1993.
Sejarah Pemerintahan di Jawa Barat. Bandung: Provinsi Jawa Barat.
Nasution, A.H. 1978.
Sekitar Perang Kemerdekaan. Cet. Ke-1. Bandung: Angkasa.
Sewaka. 1955.
Tjorat-Tjaret Dari Djaman ke Djaman. Bandung: Visser.
Sumarsono, Tatang. 1993.
Didi
Kartasasmita; Pengabdian Bagi Kemerdekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tuhuteru, J.M.A. tth.
Riwajat Singkat Berdirinja Negara Pasundan. Djakarta: Deppen.
Lampiran
KETENTUAN MEMILIH TANGGAL HARI JADI KABUPATEN/KOTA
a. Ketentuan
Umum
Bila nama kabupaten sama
dengan nama ibukotanya, sebelum
penelitian dilakukan, perlu ditetapkan lebih dahulu, hari jadi apa yang akan
dicari. Apakah hari jadi kabupaten atau hari jadi kota? Hal itu penting
dilakukan karena dua hal. Pertama, pengertian kabupaten jelas berbeda
dengan pengertian kota. Kabupaten, mengacu
pada bentuk pemerintahan dan wilayah adminitratif. Pengertian kota terutama mengacu
pada aspek fisik dan fungsi kota. Kedua, pembentukan kabupaten, khsusnya
kabupaten yang berdiri jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, tidak
selalu bersamaan atau sejalan dengan pendirian ibukota kabupaten yang
bersangkutan.
Oleh karena itu peneliti harus
memahami benar latar belakang pembentukan
kabupaten atau pendirian kota.
b. Ketentuan Khusus
1. Pencarian sumber (primer dan sekunder)
harus tuntas.
2. Tanggal yang dipilih berasal dari sumber
akurat, yaitu umber yang memuat data atau menyampaikan informasi yang dapat
dipercaya (credible). Dengan kata lain, tanggal hari jadi harus sesuai
dengan fakta sejarah yang kuat (hard fact) mengenai pendirian atau
peresmian kabupaten atau kota, karena berdirinya kabupaten atau kota adalah
sejarah sebagai peristiwa, yaitu peristiwa sebagaimana terjadinya (history as past actuality).
2. Pemilihan tanggal harus objektif.
Siapa/pihak mana yang mendirikan atau meresmikan kabupaten atau kota yang
bersangkutan, tidak perlu diper-masalahkan, karena berdirinya kabupaten atau
kota adalah peristiwa sebagaimana terjadinya (sejarah sebagai peristiwa).
3. Apabila perolehan tanggal harus melalui
interpretasi atau penafsiran[2]),
dua syarat harus dipenuhi, yaitu :
a)
memperhatikan konteks
permasalahannya, dan
b)
interpretasi/penafsiran itu
dilandasi oleh sikap objektif-rasional, bukan subjektif-emosional.
4.
Dalam kasus penetapan hari jadi
kabupaten atau kota
yang menimbulkan pro-kontra, hari jadi yang telah ditetapkan itu harus dikaji
ulang secara seksama. Revisi atau penulisan ulang sejarah, bukan hal yang tabu,
melainkan justru suatu keharusan, agar tidak mewariskan sejarah yang salah
kepada generasi penerus.
Apabila
kemudian ditemukan fakta baru atau interpretasi baru yang lebih kuat, maka
tanggal yang telah ditetapkan sebelumnya menjadi gurur, diganti oleh tanggal
menurut fakta yang lebih dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Ketentuan ini disusun berdasarkan metode sejarah. Oleh karena itu
syarat-syarat dalam ketentuan tersebut harus dipenuhi, agar tanggal yang
dipilih merupakan fakta sejarah yang kuat. Dengan demikian, penetapan tanggal
hari jadi dapat dipertanggungjawabkan, baik secara ilmiah maupun secara
rasional.
Bandung, 4 September 2004
A. Sobana Hardjasaputra
Sejarawan Senior Universitas
Padjadjaran
Pengampu Mata Kuliah Metode
Sejarah